Headlines
  • Orang Non Papua Terus Kuasai Kota Wamena

Orang Non Papua Terus Kuasai Kota Wamena

02 Nov 2016 / 0 Comments

Ruko di Jl. Trans Irian Pikhe, Kampung Likino Distrik Hubukiak, Kabupaten Jayawijaya. (Foto: Ronny - SP) Wamena — Orang non Papua terus menguasai kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, dengan membangun toko dan kios yang dulunya hanya terpusat di kota Wamena, kini terus kuasai hingga ke

Read More...

POLITIK
INTERNASIONAL

Komunike PIF ke-47 Soal West Papua, ULMWP: Bukti Komitmen!

Sekjen ULMWP, Octovianus Mote. (IST) Jayapura — Isu kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Papua ...

Yeimo: PIF Leaders Dorong West Papua ke PBB

Ilustrasi Jayapura — “Para pemimpin mengakui sensitivitas isu Papua dan setuju bahwa tuduhan pelan...

Tokoh PAPUA

Benny Wenda: Untuk Papua Barat, ULMWP dan semua keluarga Melanesia, dan Pasifik.

Benny Wenda Papua Nugini (PNG) telah menolak aplikasi visa saya untuk memasuki negara itu untuk kedua k...

After 10 years, West Papua activist looks set to walk free

West Papuan independence activist Filep Karma.  The West Papuan political activist, Filep Karma, ...

Opini dan Analisa
INDONESIA

Gelar Aksi Tandingan Rakyat Papua, Bara NKRI Bertindak Anarkis di Jayapura

Massa Bara NKRI Saat Pawai di Jayapura. (Facebook) Papua - Ribuan rakyat Papua yang dikoordinir oleh K...

Kekerasan Militer

Razia Aktivis KNPB, Polres Sorong Kota Tahan Satu Anggota

Rasia Aktivis KNPB yang di lakukan aparat Polres Sorong Kota - Jubi, Niko Sorong, Jubi – Aksi demo ...

Papua Dinilai Masih Dalam Situasi Perdamaian Negatif

Jakarta, Jubi/Antara – Papua kini dalam kondisi perdamaian negatif setelah perang terbuka berhenti, te...

Yogyakarta: Telah Terjadi Pelanggaran HAM Kepada Massa AMP Yang Dilakukan Oleh FKPM dan Polisi Indonesia

Foto: Pembacaan pernyataan sikap AMP di titik nol kilometer/Dok. AMP "Demo Damai, Satu Negosiator Aksi ...

OAP

Perdasus Hak Adat Atas Tanah Sudah Saatnya Dibuat

Yan Kristian Warinusi (Direktur LP3BH Manowari ) - jubi nees Sorong, Jubi – Lembaga Penelitian, Pengkaj...

FMJ-PTP: Pembangunan Mako Brimob Untuk Kepentingan Bupati Bukan Rakyat

Forum Masyarakat Jayawijaya Se Pegunungan Tengah Papua (FMJ-PTP) ketika menggelar jumpa pers di Wamen...

Tradisi Bakar Batu di Papua

Bakar batu mahasiswa Stiper-Sentani-Papua-ist Jayapura, Jubi- Memasak makanan dengan membakar batu adal...

AKTIVIS

Asian human rights group condemns ‘illegal arrests’ of Papuans

West Papuan protesters with the Morning Star flag ... call for release of 15 arrested at Mimika, Papua. Im...

HUKUM

Two Indonesian soldiers convicted for Papuan deaths

Two Indonesian soldiers have been convicted and imprisoned for their role in the deaths of two Papuans in M...

FREE WEST PAPUA
HAM
INTERNASIONAL
Published On:Sunday, June 22, 2014
Posted by Unknown

Dialog Tidak Menyelesaikan Persoalan Papua


Oleh : 

Rinto Kogoya 

“Tulisan ini untuk mempertegas sikap Organisasi Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] yang menolak adanya gagasan untuk menyelesaikan persoalan Papua dengan jalan Dialog, sehingga dasar kita menolak memiliki alasan yang logis dan rasional”

Saya lansung saja menguraikan kenapa secara organisasi, AMP dengan tegas menolak gagasan Dialog yang sedang didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP) maupun yang akhirnya diikuti oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe yang juga mengharapkan adanya dialog dengan pemerintah Pusat. Tapi menurut Lukas, kata dialog sebaiknya diubah dengan kata yang lebih halus.

Pertama, kenapa AMP menolak gagasan dialog yang didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP) dibawah kordinator Pater DR. Neles Tebay, Pr. Gagasan dialog ini muncul setelah sekian lama rakyat Papua berjuang untuk menuntut Kemerdekaan. Dan dianggap sebagai salah satu solusi penyelesaian persoalan Papua. Selain solusi demokratis lain yang diperjuangkan oleh organisasi-organisasi perlawanan di Papua seperti Hak Menentukan Nasib Sendiri melalui mekanisme Referendum dan Pengakuan Kedaulatan oleh Indonesia.

Menurut JDP, konflik di Papua yang berkepanjangan disebabkan karena beberapa faktor  persoalan mendasar, diantaranya; Sejarah Politik Papua yang Belum Tuntas tentang PEPERA 1969, Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Ketidakadilan Pembangun dan Marginalisasi. Berbeda dengan AMP yang melihat persoalan mendasar di Papua karena adanya ; Kolonialisme Indonesia, Imperialisme dan Militerisme. Tentu berbeda pula solusi yang diperjuangkan bagi penyelesaian persoalan Papua.

Menurut kami, apa yang dikemukan oleh JDP merupakan sebuah tesis atau disertasi doktoral yang coba dijadikan panduan penyelesaian persoalan, bukan merupakan sebuah hasil analisa yang tajam dan mendalam tentang Papua. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan JDP dalam melihat sejarah Papua hanya berpijak dari pelaksanaan PEPERA 1969 dan tidak secara menyeluruh dari tahun 1960an awal atau pertengahan atau tahun-tahun sebelumnya dimana proses awal Identitas Nasional Bangsa Papua itu lahir.

Selain sejarah politik Papua, pelanggaran HAM menjadi fokus persoalan bagi JDP. Sehingga persoalan HAM harus menjadi satu bagian yang didialogkan. Sebenarnya apa yang diharapkan oleh JDP? Untuk memperjuangkan HAM rakyat Papua? Saya ajukan satu pertanyaan, sudah berapa banyak para pelaku pelanggar HAM yang diadili oleh Pengadilan Indonesia dan hasilnya benar-benar memberikan rasa keadilan untuk rakyat Papua? Apalagi bagi Indonesia, mereka yang melakukan pelangaran HAM dianggap “Pahlawan”. Semua pengadilan terhadap pelaku pelanggar HAM di Papua hanya formalitas belaka diatas meja sidang, untuk menunjukan kalau Indonesai menghargai HAM rakyat Papua. Menurut kami, pelanggaran HAM merupakan efek dari sebuah pendudukan atau penjajahan yang dilakukan oleh Indonesia untuk mempertahankan hegemoninya atas Papua. Sehingga, untuk menghentikan terjadinya pelanggaran HAM, rakyat Papua harus hidup merdeka dan bebas dari dari sebuah penjajahan yang sedang dilakukan oleh Indonesia.

Dua soal lain yaitu ketidakadilan pembangunan dan marjinalisasi juga menjadi fokus JDP dalam konsep dialog yang ditawarkan. Kembali kami pertegas, bahwa kolonial akan selalu mendominasi wilayah yang dikoloni baik secara ekonomi politik maupun sosial kebudayaan. Kolonial selalu menghambat laju perkembangan kemajuan disemua aspek kehidupan rakyat di wilayah yang dikoloni. Mengharapkan adanya kemajuan dalam pembangunan dan rakyat Papua tidak termarjinalkan adalah mengharapkan sesuatu yang mustahil. 

Sehingga kembali ke penafsiran masing-masing, yaitu Papua itu bagian dari Indonesai atau wilayah yang dikoloni atau dijajah oleh Indonesia? Jika Papua bagian dari Indonesia, dan mengharapkan adanya perbaikan kesejahteraan, maka yang harus diperjuangkan adalah transformasi industri manufaktur kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) rakyat yang berpusat diwilayah lain di Indonesia seperti Jawa, Sumatera dan Sulawesi ke Papua. Lahir pertanyaan baru, apa hal itu mau dilakukan oleh Indonesia terutama kaum pemilik modalnya? Jelas itu sesuatu yang mustahil karena industri selalu membutuhkan pasar dan tenaga kerja, dan Papua bukan pasar yang menguntungkan dari sisi jumlah penduduk yang ada saat ini dibanding daerah lain di Indonesia apalagi kesediaan tenaga kerja.

Penjelasan diatas terkait konsep dialog yang ditawarkan oleh JDP yang dengan tegas ditolak oleh AMP. Selain penolakan atas konsep dialog, tidak adanya kesepahaman bersama antar organisasi perlawanan di Papua yang pro dialog dan kontra dialog akan menjadi bumerang bagi rakyat Papua. Bagaiman dengan sayap militer gerakan Kemerdekaan Papua TPN-PB yang dengan tegas menolak bentuk-bentuk kompromi seperti dialog? Saya kira Tim 100 pada tahun 1999 juga telah melakukan tahapan dialog dengan Indonesia, menghasilkan OTSUS yang oleh Indonesia dianggap sebagai solusi dan tidak bagi rakyat Papua yang menghendaki Kemerdekaan.

Kedua, kenapa AMP menolak dengan tegas gagasan dialog yang diusung oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe? Dari apa yang diutarakan oleh Lukas Enembe bahwa bukan kata dialog tapi diubah dengan kata yang lebih halus, maksudnya? Dan dialog yang dilakukan berkaitan dengan kesejahteraan. Hal ini menandakan bahwa Lukas ingin hadir sebagai sosok “Pahlawan Kesiangan” bagi rakyat Papua. Selain itu, menunjukan kalau Lukas tidak memahami mekanisme dalam birokrasi yang ia pimpin. Apa tidak ada cara lain untuk mengurus masalah kesejahteraan rakyat Papua? Seperti ; rapat konsultasi atau rapat kerja atau dengan kata yang lebih halus “diskusi” dengan birokrasi diatasnya yaitu pemerintah pusat untuk membahas bagaimana mengatasi masalah kesejahteraan di Papua.

Menurut kami, ada tidaknya dialog antara pemerintah provinsi Papua dan pemerintah pusat tidak akan mengubah eskalasi perlawanan rakyat di Papua. Karena, baik pemerintah provinsi Papua maupun pemerintah pusat adalah satu rangkaian birokrasi yang saat ini sedang menjajah Papua. 

Saya merasa penting untuk menjelaskan bagaimana kolonialisme Indonesia tetap berlangsung dan terjadi di Papua. Kolonialisme adalah “kebijakan dan praktek kekuatan dalam memperluas kontrol atas masyarakat lemah atau daerah”. Kolonialisme selalu memiliki sifat yang arogan dan ekspansionis. Tujuan utama kolonialisme adalah menguras sumber kekayaan, sedangkan kesejahteraan dan pendidikan rakyat daerah koloni, tidak diutamakanDari pengertian dan tujuannya jelas bahwa Papua sedang di jajah oleh Indonesia. Kolonialisme Indonesia berlangsung di Papua melalui mesin birokrasi, sistem politik yaitu pemilu dan penempatan militer (TNI-Polri). Birokrasi yang ada di Papua saat ini merupakan perpanjangan tangan atau pelaksana dari birokrasi pemerintah penjajah Indonesia. Birokrasi dan sistem politik seperti pemilu tujuannya untuk memperkuat legitimasi kekuasaan politik Indonesia atas Papua. Sehingga, penting untuk memajukan kesadaran rakyat Papua tentang bagaimana Kolonialisme Indonesia itu berlangsung di Papua, untuk kemudian rakyat Papua dapat menentukan sikap politiknya.

Tentu AMP tidak hanya menolak, Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua merupakan solusi demokratis yang menurut kami dapat menyelesaikan persoalan Papua. Seperti apa yang dikatakan oleh Pdt. I.S. Kijne pada 25 Oktober 1925 di Wasior-Manokwari ”Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”. AMP juga memiliki keyakinan bahwa rakyat Papua dapat memimpin dirinya sendiri dan dapat menjalani hidup dengan  sejahtera, adil, demokratis dan bermartabat jika Papua Merdeka. 

Akhirnya, kami menyerukan kepada seluruh organisasi perlawanan Papua untuk menghilangkan ego dan faksisme dan bersama-sama memperjuangkan Kemerdekaan Sejati Rakyat Papua untuk hari depan Papua yang lebih baik. 

Salam!


Penulis adalah Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat AMP [Ketum KPP AMP]

About the Author

Posted by Unknown on 7:53 PM. Filed under , , , , , , , , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By Unknown on 7:53 PM. Filed under , , , , , , , , , , . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 comments for "Dialog Tidak Menyelesaikan Persoalan Papua"

Leave a reply

PPC Iklan Blogger Indonesia

"Suara Kaum Tertindas"

Powered by Blogger.

Follow Us On Facebook

I heart FeedBurner

  1. Orang Non Papua Terus Kuasai Kota Wamena
  2. Kitab Suci, Rohaniwan dan Penjajahan di Papua
  3. Komunike PIF ke-47 Soal West Papua, ULMWP: Bukti Komitmen!
  4. Yeimo: PIF Leaders Dorong West Papua ke PBB
  5. TRWP Secara Resmi Keluarkan UU Revolusi West PAPUA
  6. VANGO Stands in Solidarity With PIANGO on West Papua