Published On:Monday, July 21, 2014
Posted by Unknown
PEPERA 1969 TIDAK DEMOKRATIS! HAK MENENTUKAN NASIB, SOLUSI BAGI RAKYAT PAPUA
Jayapura, 21/7 (Jubi) – Press Release ALIANSI MAHASISWA PAPUA [AMP]
“PEPERA 1969 Tidak Demokratis!!! Hak Menentukan Nasib Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”
![]() |
Aksi mahasiswa Papua di depan Patung Kuda Jalan Pahlawan Kota Semarang (IST) |
Kemudian pada 30 September 1962 dikeluarkan “Roma
Agreement/Perjanjian Roma” yang intinya Indonesia mendorong pembangunan
dan mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas)
di Papua pada tahun 1969. Namun dalam prakteknya, Indonesia memobilisasi
Militer secara besar-besaran ke Papua untuk meredam gerakan Pro-Merdeka
rakyat Papua. Operasi Khusus (OPSUS) yang diketua Ali Murtopo
dilakuakan untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) diikuti
operasi militer lainnya yaitu Operasi Sadar, Operasi Bhratayudha,
Operasi Wibawa dan Operasi Pamungkas. Akibat dari operasi-operasi ini
terjadi pelanggaran HAM yang luar biasa besar, yakni penangkapan,
penahanan, pembunuhan, manipulasi hak politik rakyat Papua, pelecehan
seksual dan pelecehan kebudayaan dalam kurun waktu 6 tahun.
Lebih ironis lagi, tanggal 7 April 1967 Kontrak Karya Pertama
Freeport McMoran, perusahaan tambang milik Negara Imperialis Amerika
dengan pemerintahan rezim fasis Soeharto dilakukan. Yang mana klaim atas
wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia jauh 2 tahun sebelum
PEPERA dilakukan. Sehingga sudah dapat dipastikan, bagaimanapun caranya
dan apapun alasannya Papua harus masuk dalam kekuasaan Indonesia.
Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan. Dari 809.337 orang
Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah
dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah
untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang
tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya
pelanggaran HAM berat.
Praktek yang kemudian diterapkan Indonesia hingga saat ini untuk
meredam aspirasi prokemerdekaan Papua. Militer menjadi tameng yang
reaksioner dan kesenjangan sosial/kesejahteraan menjadi alasan untuk
menutupi aspirasi kemerdekaan rakyat Papua dari pandangan luas rakyat
Indonesia dan masyarakat Internasional.
Didasari kenyataan sejarah akan hak politik rakyat Papua yang
dibungkam dan keinginan yang mulia rakyat Papua untuk bebas dan merdeka
diatas Tanah Airnya, maka dalam peringatan 44 tahun PEPERA yang tidak
demokratis, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menuntut rezim fasis
SBY-Boediono dan PBB untuk segera ;
- Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.
- Menutup dan menghentikan aktifitas eksploitasi semua perusahaan Multy
National Coorporation (MNC) milik negara-negara Imperialis ; Freeport,
BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari seluruh Tanah Papua.
- Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari
seluruh Tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap
kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua.
Demikian press release ini dibuat, kami akan terus menyuarakan
perlawanan atas segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan
terhadap rakyat dan Tanah Air Papua hingga rakyat Papua memperoleh
kemenangan sejati. Atas kerja sama Kawan-kawan jurnalis untuk
memberitakan aksi ini, kami ucapkan jabat erat.
Salam Demokrasi!
Semarang Selasa 15 Juli 2014
Jubir Aksi
Bernardo Boma
Cacatan
Semarang Puluh Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) kota Semarang, menggelar aksi damai hari ini,
Selasa (15/Juli/2014), Depan Patung Kuda Jalan Pahlawan Kota Semarang
jawa 10 balik jam 12.00 . Aksi damai ini dilakukan guna memprotes
pelaksanaan PEPERA 1969 yang tidak demokratis dan cacat hukum
Internasional.